4 alasan membaca buku hardcopy
Beberapa waktu lalu saya pernah menulis postingan singkat tentang ucapan selamat berpisah pada majalah reader’s Digest Indonesia dan Disctarra.
[baca juga Goodbye Reader’s Digest Indonesia & Disctarra]
Agak sedih juga sih sebenarnya, karena saya jadi kehilangan salah satu majalah langganan favorit saya. Selain itu saya jadi agak males kalau beli CD musik secara online. Meskipun belanja online dirasa memudahkan, tapi untuk yang satu ini sepertinya saya lebih suka jalan-jalan ke mall dan cuci mata lihat CD musik terbaru. Tapi ya sudahlah, sepertinya Reader’s Digest dan Disctarra memang sudah mengambil keputusan untuk mengakhiri kiprah mereka.
Dari keduanya dan banyak contoh lainnya saya jadi tahu bahwa era digital seperti sekarang memang membawa banyak dampak. Di tengah majunya teknologi seperti saat ini semuanya memang jadi serba digital. Bahkan termasuk urusan membaca dan mencari informasi. Orang semakin dimudahkan dengan adanya akses ke konten digital yang ada di internet sehingga mereka merasa tidak perlu lagi membeli surat kabar atau majalah hard copy. Meskipun masih ada yang menyenangi sensasi saat membolak-balik lembar demi lembar bahan bacaan, namun konon jumlahnya stagnan, kalau tak bisa dibilang makin hari makin menurun.
Pernah suatu hari saya mencoba untuk mengikuti zaman, membaca buku melalui fasilitas E-Book gratis yang banyak tersedia. Akses tanpa batas memungkinkan saya untuk mengunduh E-Book gratis (secara legal) dan membacanya di laptop atau smartphone saya. Tapi sepertinya saya tidak bisa bertahan lama dengan metode membaca buku melalui media elektronik seperti ini.
[caption id="" align="aligncenter" width="592"]
4 alasan membaca buku hardcopy
Ada beberapa alasan yang membuat saya masih menyenangi untuk memegang buku atau majalah, lalu membacanya lembar demi lembar. Apa saja sih alasannya?
Sensasi tak tergantikan
Ya, sensasi ketika ujung jari menyentuh dan membalik lembar demi lembar halaman buku atau majalah masih belum bisa tergantikan meski hanya dengan cara mudah seperti “mengklik” tombol tetikus yang ada di laptop kita. Atau mungkin menggeser jari-jari kita di layar smartphone. Bahkan metode artificial yang meniru gerakan membolak-balik majalah/buku hard copy pun belum bisa membuat saya merasakan nikmatnya membaca melalui media elektronik.
Ada fisik yang bisa dipegang
Entahlah, memiliki hard copy majalah atau buku yang kemudian bisa dikoleksi adalah sebuah kesenangan tersendiri. Meskipun banyak orang bilang kalau fisik majalah atau buku seperti itu akan membutuhkan tempat dan tidak ringkas, tetapi rasa puas melihat jejeran koleksi majalah atau buku di dalam lemari atau rak buku menjadi sesuatu yang luar biasa. Saya bisa menganggapnya sebagai harta yang tak ternilai harganya, dan itulah salah satu kekayaan saya.
Mata saya tak bisa menyesuaikan
Membaca e-Book masih belum bisa memberikan kenikmatan bagi saya pribadi. Terutama soal daya tahan mata yang tak kuat membaca lama-lama di layar laptop atau smartphone. Walaupun dibanyak aplikasi sudah tersedia setting yang bisa disesuaikan demi kenyamanan, tapi saya masih tidak bisa bertahan lama ketika membaca E-Book. Mata jadi cepat lelah dan saya jadi (lebih cepat) bosan.
E Book agak bikin repot
Alih-alih ringkas dan terlihat sama compact, justru buat saya membaca E-Book itu sedikit merepotkan. Bayangkan, jika sedang dalam perjalanan kemudian kita membaca buku, dan di tengah aktifitas kita, ada peringatan baterai menipis, duh, rasanya malas mengisi ulang gadget kita. Apalagi kalau model orang seperti saya yang tidak tertarik untuk memiliki Power Bank, atau pas kebetulan nggak ada colokan buat nge-charge, jatuhnya malah bingung.
Nah, itulah beberapa alasan utama kenapa sampai sekarang saya masih senang membaca buku atau majalah Hard Copy, karena sifatnya yang lebih personal. Itulah kenapa saya masih suka jalan-jalan ke toko buku, beli buku, dan membolak-balik halamannya (bukan menggesar-geser ujung jari saya).
[baca juga : males baca buku? dengerin buku aja via Listeno]
Kalau Anda sendiri, lebih suka baca hard copy/paper back, atau E-Book?
29 Comments
sammmaa,
ReplyDeletegaksuka baca e book dan gak suka lama2 pegang gadget.
suka sama kertasnya buram dan buku yg udh mule lusuh :D
Dulu saya selalu menjaga buku tetap rapi tanpa bekas tekukan, tapi sekarang, makin lusuh, makin "punya nilai seni tinggi" hahaha
ReplyDeletetitin gaksuka buku rapii, kak.
ReplyDeletemksdnya yg sampe disampul gituh.
malah kalo baca pengennya bawa pinsil trus digaris2
tapi enggak kalo dipakein stabilo :D
Haha...kalo soal sampul sih kadang saya masih suka disampulin (apalagi ini sampul dapetnya gratis) hihi...lebih ke alasan karena di kos dulu agak lembab..biar ga rusak. Tapi sih dalemnya tetep jamuran...jdnya lecek.. :))
ReplyDeletePengen sih dicoret2 begitu,apalagi kalau ada kalimat bagus atau pas nemu kesalahan cetak (beuh! Sukanya nyari cela!)..tapi entah knp sampai skrg masih tak bisa ngepasin. Kalo pas baca pas ga pegang alat tulis :D
Kalau dengerin buku gimana kak? Hohoho
ReplyDeleteNah itu..sudah ditulis..kalau males baca buku, denger buku aja Kaaaak *wink wink*
ReplyDeleteAku suka baca majalah. Dan pernah langganan e-magazine, karena mikirnya daripada numpuk dan bikin sampah lebih baik cari yang paperless. Abis majalah kan lebih cepet numpuknya ya daripada buku.
ReplyDeleteEh ternyata teknologinya masih belom canggih. Sering error dan keluar secara paksa. Bener-bener gak enak bacanya.
Sekarang aku jadi males langganan majalah lagi. Dilema soalnya. Hehehehe
Nah itu dia....kdg suka force closed gitu masalahnya...malesin banget lah...
ReplyDeletekalo bukunya aku suka banget, pasti aku beli fisiknya.. Buat koleksi. Tapi belakangan ini sih kalo baca buku lebih banyak di aplikasi iJakarta. Gratis dan koleksinya banyak..
ReplyDeleteAplikasinya lengkap ya Kak...bisa sekaligus bersosialisasi...bedanya sama Moco apa kak..? Dulu aku s4 sign up ke Moco tapi lupa usernamenya hihihi
ReplyDeletearoma kertas buku baru juga tak tergantikan kak
ReplyDelete*cium2 buku*
Kalau saya suka buku hard copy karena aroma buku setiap bolak balik bukunya mas. :D there's something about it that makes me.... *edited*
ReplyDelete*aku hening sejenak..kemudian ngakak* bahaha...#BookFetish
ReplyDeleteYak mari para #BookFetish berkumpul :))
ReplyDeleteHikkksss aku diketawain. Fine! *ngambekkk*
ReplyDelete:)) tenang, Anda tidak sendiri sebagai book fetish...*nunjuk diri sendiri
ReplyDeleteYesss... ada teman hahaha
ReplyDeleteLebih prefer ke buku yang secara fisik sih. lebih enak di mata. lagipula buku yang secara fisik bisa dijadikan koleksi di rak hehe. kalau menurut saya, untuk eksistensi e-book sekarang ini memang sudah merajalela, tapi kalau masalah buku yang fisik masih belum bisa digantikan. jadi jangan takut untuk hilang hehe
ReplyDeleteSebenernya 1 lagi keuntungan buku paper back, bisa disumbangin! Haha...kalo ebook kan ga bisa. Bosen ya hapus. Kalo paper back kan bisa diberikan ke orang lain. Salam kenal Mas...terima kasih sudah mampir baca.
ReplyDeleteyak tul hehe, jadi kapan kapan - kapan sumbangin ke saya ya mas hehe :p
ReplyDeletesalam kenal juga, sama - sama :)
saya juga lebih senang baca buku dari pada ebook ada kepuasan tersendiri
ReplyDeleteWah, ternyata masih babyak yg suka baca buku paper back ya? Salam kenal..terima kasih sudah mampir.
ReplyDeleteSelain itu bau kertas lembar dari lembar buku yang kita baca itu khas banget, pokoknya tak tergantikan deh.
ReplyDeleteSetuju! Hehe
ReplyDeleteSama, saya juga masih suka baca yang print ketimbang yang ebook
ReplyDeleteToss lah kita! :D
ReplyDeleteAiiiiih itu FSOG's cober kenapa ikutan eksos hihihi, dan tosssss itu dia e-book pertama saya. Bela2in nyari, gegara di Indo (periplus) belum keluar. Dan skrg seri yg dari sudut Grey akhirnya kebeliii juga bukunya.
ReplyDeleteKarena sebuah buku itu memorable banget :)
Baru tau kalo disctara benaran finish huhuhu pdhl dulu pulang kuliah ngendonnya di situ, sambil dengerin tracklist yg lg ngehits (itu mah Aquarius yak hihi). Duh pokoknya asik bgt ya dulu itu, gk melulu soal online.
[…] baca juga : 4 alasan membaca buku hard copy […]
ReplyDeleteSukaan hard copy. Bisa dipegang-pegang (yhaa...), klo buku pelajaran bisa di stabilo (ya masak mau stabiloin iphone?), dan bisa jadi koleksi
ReplyDeletePunya uneg-uneg? Jangan disimpan. Tulis di sini.